Sejarah


SEJARAH KELURAHAN BUGANGIN

 

Pada Jaman penjajahan Belanda tepatnya waktu jaman VOC, utusan dari Keraton Mataram bersama Tumenggung Mandurorejo bersama saudaranya Panjirejo mendapat tugas untuk memimpin pasukan ke Batavia dalam rangka menyerang VOV. Tapi dalam hal ini gagal karena pasukan Mandurorejo dan Panjirejo banyak yang terkena penyakit, kebahisan makan serta ketinggalan dalam alat perang melawan kompeni Belanda dan akhirnya tewas. Yang lebih dalam alat perang melawan kompeni Belanda dan akhirnya tewas. Yang lebih mengecewakan lagi Mandurorejo dan Panjirejo masih dalam keadaan hidup.

Hukum peperangan jaman dahulu, seorang panglima perang yang gagal dalam menjalankan tugas, sedang dia sendiri dalam keadaan hidup hukumannya adalah mati.

Dalam masalah hukum ini banyak cerita yang mengatakan bahwa Mandurorejo dan Panjirejo mati dibunuh karena gagal dalam tugasnya di Batavia. Adalagi yang mengatakan Mandurorejo dan Panjirejo kembali ke Mataram. Pada kenyataannya karena perjalanan yang begitu jauh dan medan jalan sangat sulit, kedua Tumenggung itu berhenti istirahat di desa Purwokerto. Karena berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun kedua Tumenggung itu tidak menghadap (sowan) ke Mataram, lalu Sultan Mataram mengutus Pangeran Purboyo untuk mencari Tumenggung Mandurorejo dan Panjirejo. Setelah Pangeran Purboyo menelusuri Desa-desa, beliau bertemu dengan warga desa di suatu tempat sambil menunjukkan surat perintah dari Mataram Pangeran Purboyo bertanya tentang utusan dari Mataram yang mbalelo, kemudian desa setempat pertemuan dengan warga desa itu dinamakan Desa Galangan dan orang desa itu menunjuk bahwa kedua utusan dari Mataram berada di Desa Purwokerto, setelah bertemu Tumenggung Mandurorejo dan Panjirejo diharap untuk menghadap ke Mataram. Karena tidak mau maka terjadi peperangan, Tumenggung Mandurorejo lari ke timur menuju Desa Lapentengi yang sekarang terkenal dengan nama Kaliwungu dan menetap di sana. Sedangkan Tumenggung Panjirejo lari ke utara dikejar Pangeran Purboyo melalui jalan desa yang namanya Ratan Saban menuju Sukolilan. Dijalur ini Pangeran Purboyo dan Tumenggung Panjirejo perang tanding. Tumenggung Panjirejo kalah dan tubuhnya dipotong-potong. Karena saking marahnya Pangeran Purboyo, kepala, gulu, dan gembungnya jatuh di jalan, ditemukan oleh seseorang yang bernama Kyai Sahal (Ki Noto Wijoyo/ Kyai Niti). Gembung tersebut dimakamkan selayaknya orang islam yang meninggal dunia dan dimakamkan di tepi jalan Dendeles yang disebut makam Kyai Bugang, berasal dari kata gembung. Kemudian oleh Kyai Sahal yang sekarang terkenal dengan nama Kyai Niti, makam Kyai Bugang itu diabadikan menjadi nama desa yaitu Desa Bugangin.

Adapun makam Kyai Bugang itu sampai sekarang masih, namun tidak terurus. Nisannya dibuat dari batu kali yang besar. Konon ceritanya kalau nisan batu itu dipindahkan ke tempat lain akan kembali lagi ke asalnya, Pada hari-hari tertentu (Jumat-Kliwon) makam itu berbau kemenyan dan harum. Lokasinya berada di RT.02 RW.02, sekarang bernama makam Darul Mukmin.

Sedangkan leher (gulu) Tumenggung Panjirejo jatuh di tetangga desa yang sekarang terkenal dengan nama desa Pegulon. Disana ada makam keramat yang disebut Kyai Gulu. Sehingga dalam kereta Pangeran Purboyo tinggal Kepala Tumenggung Panjierjo yang dibawa ke Mataram.